PENGERTIAN GANGGUAN JIWA BERAT

PENGERTIAN GANGGUAN JIWA BERAT
Ilustrasi Gangguan Jiwa

GANGGUAN JIWA

Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang telah ditandai oleh terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk. Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham, gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya agresivitas atau katatonik.Gangguan jiwa berat dikenal dengan sebutan psikosis dan juga salah satu contoh psikosis adalah skizofrenia (Idaiani, dkk., dalam Riset Kesehatan Dasar, 2013). 

Penyebab dari gangguan psikotik masih belum diketahui. Pasien dengan gangguan personalitas seperti borderline, schizoid, schyzotypal atau paranoid qualities dapat berkembang menjadi gejala psikotik.
Di Indonesia angka kejadian skizofrenia mencapai 6 per 1000 penduduk Indonesia (Riskesdas, 2018). Angka prevalensi skizofrenia di Provinsi Lampung yaitu sebesar 0,8% (Balitbang Kemenkes RI, 2018). Data RSJ Provinsi Lampung tahun 2011 jumlah penderita gangguan jiwa sebesar 15.720 orang dan sebesar 7.422 orang (47,2%) mengalami skizofrenia dan penderita gangguan jiwa meningkat ditahun 2012 menjadi 17.528 orang dan sebesar 8890 orang (50,7%) mengalami skizofrenia (Rekam Medik RSJ Provinsi Lampung, 2012).

Agitasi adalah gejala akut pada penyakit-penyakit psikiatrik. Agitasi sering dijumpai di pelayanan gawat darurat psikiatri sebagai keluhan pasien-pasien dengan gangguan psikotik.Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition (DSM-IV) dari American Psychiatric Association, agitasi didefinisikan sebagai aktivitas motorik yang berlebih-lebihan dihubungkan dengan perasaan ketegangan dari dalam diri. Gangguan perilaku yang kompleks yang dikarakteristikkan dengan agitasi ini terdapat pada sejumlah gangguan psikiatrik seperti skizofrenia, gangguan bipolar, demensia (termasuk penyakit Alzheimer) dan penyalahgunaan zat (obat dan/atau alkohol).
Obat antipsikotik merupakan terapi pilihan pertama untuk menangani pasien skizofrenia dengan agitasi. Obat antipsikotik terdiri dari dua jenis, yaitu antipsikotik generasi pertama (AGP-1/tipikal) dan antipsikotik generasi kedua (APG-2/atipikal) dengan level of evidence A dan recommendation grade 1. Mekanisme obat antipsikotik secara umum sebagai berikut: antagonis Dopamin 2 (D2) tinggi dan antagonis reseptor 5-hydrxytryptamine 2A (5-HT2A) rendah seperti APG-1; antagonis D2 menengah hingga tinggi dan antagonis 5-HT2A tinggi seperti APG-2-non klozapin; antagonis D2 rendah dan antagonis 5-HT2A tinggi seperti APG-2 seperti aripiprazol, klozapin. 

Penelitian yang dilakukan oleh Fang dkk ada tahun 2012 dengan membandingkan penggunaan risperidone oral (2-6mg/hari) dengan injeksi haloperidol (10-20mg/hari). Hasil menunjukkan bahwa penggunaan obat risperidon ditambah clonazepam menghasilkan efek yang cepat dan kontrol yang lebih efektif pada pasien skizofrenia dengan agitasi akut. Penelitian single blind study Currier dkk tahun 2004 melaporkan dosis tunggal risperidone oral tambah lorazepam dengan injeksi intramuskular haloperidol tambah lorazepam memiliki efikasi yang sama dalam hal penurunan PANSS-EC skor pada keadaan agitasi akut. Dalam penelitian Fan juga disebutkan bahwa risperidone oral kurang sedatif dibandingkan haloperidol injeksi
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Perbandingan Penggunaan Obat Tipikal dan Atipikal Terhadap Pasien Skizofrenia Dengan PANSS-EC di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung.


Show EmoticonHide Emoticon